Sejak kenal lumpia semarang, dengan sausnya yang mengingatkan pada
lem prangko di kantor pos :), lengkap dengan daun selada, cabe
rawit, bawang putih dan kucai (atau bawang yang mulai tumbuh?), saya
selalu bertanya-tanya dalam hati, "bagaimanakah cara makan lumpia
semarang yang baik dan benar?"
Maka dengan pertanyaan berkecamuk di dada (hayyahh.. hiperbolik
sekali dikau!), saya berangkat ke Semarang bersama plesirannya
Sahabat Museum di long-weekend kemaren. Target operasi: Lumpia Gang
Lombok!
Setiba di kawasan Gang Lombok, lho kok ramai? Ternyata di klenteng
Tay Kak Sie yang didirikan tahun 1772 ini sedang ada perayaan
sembahyangan yang oleh warga lokal dikenal sebagai Sembahyang
Rebutan. Hewan kurban dijejer, makanan berderet-deret dan gunungan
tinggi dari kue terlihat rapi berwarna-warni. Dulunya, kue pada
gunungan ini diperebutkan setelah upacara (mengingatkan pada upacara
gerebeg bukan?). Sekarang, acara rebutan ditiadakan, diganti dengan
pembagian sembako pakai kupon.
Setelah puas melihat-lihat upacara, saya menculik Dila Bondan untuk
menjalankan misi mencari kebenaran tentang lumpia semarang. Di
tukang lumpia Gg Lombok, dua kompor sedang menyala. Yang satu
dipakai untuk membuat isian lumpia (rebung, udang dan telur), yang
satunya dipakai untuk menggoreng. Warungnya kecil, sempit tapi sibuk
banget. Puluhan besek besar dan kecil bertumpuk buat take away.
Besek kecil isi 10, yang besar isi 20.
Dengan semangat kami pesan "makan di sini, 3 basah, 2 goreng..
tambahin 2 lagi, goreng".. abis itu malu.. ternyata porsi "normal"
makan di tempat adalah 2 potong lumpia. Jadilah datang ke meja saya
4 piring lumpia (dengan formasi 2-2-2-1). Waduh, tampak lapar sekali
kami.. dan menuh-menuhin tempat banget!
Lumpia disajikan di piring tanggung dalam keadaan terpotong-potong.
Disampingnya tampak beberapa sendok saus kecoklatan yang kental,
dengan cincangan bawang putih (freshly crushed!) dan acar timun. Di
meja, digelar piring berisi daun selada, cabai rawit dan "bawang"
(seperti kucai tapi lebih gendut, seperti bawang daun tapi bagian
bawahnya gembung. Benda apakah ini?). Nah lu.. gimana makannya ini?
Tiba-tiba, segerombolan anak muda duduk di dekat saya. Waaa, orang
semarang.. bisa dicontek dong.. Lumpia pesanan mereka datang
(sementara punya saya belum diapa-apain tuh!). Dengan seksama saya
perhatikan.. Lho kok malah pada pesen es cao? Es cao adalah es
campur berisi cincau hitam, kolang-kaling, kelapa muda dan lain-
lain, diguyur sirup merah dan es serut. Langsung saya
teringat "pesan" dari Bu Widya Wijayanti malam sebelumnya.. "Es Cao
Gang Lombok adalah es cao terenak di dunia".. waa.. abis makan
lumpia pengen pesen juga aahhh...
Akhirnya tibalah..
Ooo.. ternyata cara makan lumpia-nya gitu toh. Ambil sepotong, beri
saus langsung happp!! dan disusul segera dengan acar timun
dan "bawang". Daun seladanya jadi kayak lalapan aja..
That's it.. mission accomplished..
As for the lumpia and es cao.. yes, they are trully "terenak di
dunia".. Dunia Lain ataukah Dunia Dalam Berita.. terserah anda
meyikapinya..
Hehee.. beneran lho.. itu adalah lumpia terenak yang pernah saya
coba. Kepadatan isi, kerenyahan kulit dan ukurannya pas banget.
Lumpia dibandrol 5 ribu perak per biji, dan es cao-nya.. gratis..
lha wong saya ngembat punya Titin..
Karena di klenteng sedang ada perayaan, maka di seputaran Gg Lombok
banyak sekali penjaja makanan. Hampir saja saya terpikat jajan
bolang-baling, Wedang Tahu dan Es Tebu kalau nggak ingat bahwa rute
tour kami habis ini adalah: Makan siang di Toko Oen!
ps. Iwan@office van Semarang.. thnx cerita-cerita, sambutan dan
muaci wijen-nya!! Thnx buat Pak Agni yang bayarin lumpia saya
(wahh.. akhirnya.. gratisan semua :)