Friday, February 6, 2004

Have a cuppa in Bandung Mate (not!)

Writing from my mailing list, from one of my friend, Adi WT. He's good.. Never mind the language though.. don't understand a bit what he said? no worries mate, u can always mail me.. Here it goes

Ngopi di Bandung

jujur saya sempet sedih dan sebel nyari tempat ngopi yang enak di Bandung. Enak
dalam artian produk wise ya, bukan tempatnya (kalo ini Bandung rajanya, lotsa
great places with terrible food).

Saat ini tempat ngopi yang lagi rame ramenya di Bandung kalau saya perhatikan
adalah Cafe Oh La La di Plaza Dago yang buka 24 jam. Dulu saya lumayan sering ke
sini, ketika owner/managernya masih sadar buat manggil teknisi secara reguler
buat ngebersihin mesin kopinya.... sekarang sayangnya kesadaran itu hilang entah
kemana. Espressonya makin ama makin menyedihkan. Cremanya yang dulu tebal dan
creamy sekarang hilang entah kemana. Kalau ada pun jan tuipis tenan. Karakter
creamy yang mestinya ada di crema dah jauh dari harapan. Oh ya, as far as I
know, Oh La La ini (seperti kebanyakan cafe di Bandung sekarang ini) menggunakan
produk kopi Illy. Karakter Illy asli udah gak nongol sama sekali. Sayang ya....
padahal harga dasar biji kopinya gak murah....

Diseberang Oh La La Plaza dago berdiri Black CoffiBar, chain lokal bandung.
Black Coffibar ini multi bean cafe, dalam artian dia jualan kopi dengan beberapa
variasi biji kopi, dengan karakternya masing masing, yang dapat kita pilih. Biji
yang mereka miliki kalo gak salah ada yang dari costarica dan guatemala
(dicurigai ngambil dari Dakken Coffee), selain strain lokal seperti timtim dan
toraja (yang terakhir ini gak yakin). Biar gampang benchmarkingnya, saya mesen
espresso Illy aja heheheheh...
Dulu kualitas espresso Black Coffibar ini lumayan amburadul..... yang saya inget
banget adalah karakter hangus atau burnt yang ada dalam espresso Illy-nya.
Syukurlah karakter tersebut sekarang sudah tidak ada. Beberapa hari yang lalu,
saya sempet kesana bersama Miyo dan teman saya Echi. Seperti biasa Miyo dan saya
memesan espresso, while Echi memesan Cappucinno Espresso (oh ya.... di sini ada
beberapa versi cappucinno.... jadi mbingungin kalo pengen classic cappucinno).
Espresso kami datang dalam kondisi yang lumayan. Crema 1-2 mm (idealnya 3 mm),
demitassenya cukup hangat, gak ada karakternya hangusnya, tapi masih belum Illy.
Illy yang biasa saya minum ada sedikit hint "manis"nya dibelakang dengan
aftertaste yang "bersih". Illy yang saya minum kemaren masih belom nyampe situ.
Body dan Flavournya sih dah lumayan. Froth (busa susu) Cappucinno Espressonya
Echi on the other hand, mengingatkan saya dengan busa sabun. Busa susu tersebut
secara tampilan terlihat kasar (jauh banget sama frothnya segafredo yang kayak
awan) dan kering. Rasa manis susunya pun telah hilang. Kenapa bisa gitu ya? I
guess ketika sedang di-froth, temperatur susunya sudah terlalu mendekati (atau
malah melewati?) titik didih, that way rasa manisnya susu otomatis akan hilang.

Potluck..... setelah absen beberapa lama saya sempat kesana lagi. Selama masa
absen, saya mendengar beberapa komplain tentang kualitas produk minuman mereka.
Rata rata pada bilang rasa minuman mereka (terutama yang coffee based) cemplang
alias gak jelas mo kemana. Anyway, saya datang kesana seperti biasa memesan
espresso dengan menggunakan biji Arabika Aceh. Makin lama espresso di Potluck
makin menyedihkan. Crema yang dulu udah tipis, sekarang makin menghilang.
Karakter aceh yang buat saya full body, medium acidity, boosting semangat tapi
di lain pihak menenangkan pikiran asli dah bubar jalan. Mending dateng ke
sendiri ke Aroma, beli kopinya, n minum sebagai kopi tubruk aja...... Jauh lebih
nikmat. Iced Cappucinno yang dipesan teman saya sesuai dengan komplain yang saya
dengar selama ini. Cemplang gak jelas mau kemana. Apa karena kebanyakan ngasih
esnya ya?

Tapi pengalaman minum espresso yang paling mengerikan saya dapatkan ketika saya
minum di Embargo. Embargo ini terletak di lantai dasar Bandung Super Mall. Dulu
banget saya pernah kesini ketika mereka baru banget buka, dalam kondisi cape
setelah nyetir jakarta bandung, dan jujur bukan pengalaman yang menyenangkan.
Kemaren, dalam kondisi lumayan segar (setelah nonton Lord of the Ring III)
semangat mencoba saya tumbuh lagi (siapa tahu kemaren itu tulalit karena baru
buka). Setelah duduk di sofa mereka, saya memesan espresso. Gak berapa lama
espressonya datang dalam kondisi nir-crema (not a good sign). Espressonya
sendiri relatif encer, dengan karakter rasa yang mengingatkan saya sama rasa
rumput (grassy) dan kayu (woody). singkat kata......... Yuck! Aftertaste kopinya
pun lumayan lama menempel (lumayan mengganggu karena gak enak) dan entah kenapa
bikin mual. Asli sayang banget. Apalagi mereka menggunakan mesin espresso yang
cukup bagus (La Pavoni bar Series 2 group i think), grinder dengan merek
ternama, dan biji kopi yang katanya dari itali. Mending minum kopi di warung
pinggir jalan deh.

1 comment:

Anonymous said...

I really enjoy reading your review, but then where's the great place that you'd recommend for the reader to enjoy a nice cup of classic cappuccino in Bandung?

I live in Bandung and the same as you, I'm desperate too to find a good place.