Thursday, January 20, 2005

Kobenhavn.. Menengok Sang Putri

"Far out at sea the water´s as blue as the petals of the loveliest
cornflower, and as clear as the purest glass; but it´s very deep,
deeper than any anchor can reach. Many church steeples would have to
be piled up one above the other to reach from the bottom of the sea
to the surface. Right down there live the sea people.."


Kobenhavn (dengan huruf "o" coret) atau "Merchant Haven" atau
Copenhagen, ibukota Denmark adalah kota terbesar di Scandinavia.
Enam hari saya habiskan di kota ini dan pada hari kelima saya
bertemu dengan salah satu warga kota yang paling terkenal di dunia,
seorang gadis cantik bernama "Den Lille Havfrue".

Gadis muda berwajah sedih ini mungkin anda kenal lewat dongeng HC
Andersen, dan anda mengenalnya dengan nama "The Little Mermaid".
Dongeng yang bercerita tentang putri duyung kecil yang jatuh cinta
pada seorang pangeran. Sang putri kecil saat ini duduk di pelabuhan
Langelinie - Copenhagen, di atas sebuah batu yang sudah ditempatinya
sejak tahun 1913. Ia menatap sendu kearah daratan, mencari
pangerannya di antara ribuan orang yang mengunjunginya sepanjang
tahun.

Copenhagen adalah kota tua yang berhias banyak sekali patung.
Rasanya hampir di setiap sudut jalan, di depan bangunan, di taman-
taman selalu terdapat patung perunggu berbagai ukuran dan bentuk.
Mulai dari patung badan para tokoh penting Denmark (HC Anderson,
Soren Kirkegaard dll), patung para kesatria berkuda, dan patung dewa-
dewa. (Gefion, dewi Nordic yang merubah anak-anaknya menjadi
banteng, lalu menerbangkan sepotong tanah di Swedia yang lalu
berubah menjadi pulau Zaeland di Denmark)

Ketika menginjakkan kaki pertama kali di kota ini, hal "aneh" yang
langsung saya temui adalah lampu mobil. Ya, lampu mobil di Denmark
selalu menyala! Setiap saat, siang – malam, hujan – panas, winter –
summer.. pokoknya begitu mesin mobil hidup maka lampu juga langsung
menyala. Menurut supir taksi yang saya tumpangi, pemerintah membuat
peraturan seperti ini karena dulunya banyak warga yang kelupaan
menyalakan lampu ketika mengemudi. Karena cuaca Denmark
umumnya "kelabu" maka penting sekali menyalakan lampu khususnya di
saat menjelang winter. Nah, daripada kelupaan.. sekalian saja dibuat
peraturan, lampu harus nyala terus!!

Lampu yang menyala setiap saat juga membantu para pengendara sepeda
yang jumlahnya luar biasa banyak. Masih dari supir taksi tadi, saya
juga dapat cerita kalau para pengguna sepeda di Copenhagen itu gigih
luar biasa. Tak peduli hujan badai atau salju setinggi lutut, mereka
akan tetap bersepeda. Di depan stasiun utama dan di halaman stasiun
kereta Norreport, puluhan – bahkan mungkin ratusan – sepeda diparkir
setiap harinya. Bahkan kalau anda mau coba, cari saja persewaan
sepeda. Dengan 20 kroner, anda bisa membuka kuncinya dan memakai
sepeda itu seharian. Koin 20 kroner anda akan kembali ketika sepeda
anda kembalikan. Tapi di udara yang cukup dingin di akhir Oktober,
saya tidak punya niat sedikitpun untuk bersepeda keliling kota..
Anginnya kencang!

Bersama dengan Norwegia, ikan salmon adalah salah satu produk
andalan dari Denmark. Persaingan salmon ini berlangsung seru, bahkan
bisa sampai tingkat emosional. Seorang teman Norwegia yang makan
bersama saya (menunya ikan salmon mentah yang dicincang kasar lalu
dicampur dengan krim dan herbs) mengorek ikan salmonnya dengan gaya
curiga. Setelah suapan pertama, sambil mengangguk puas dia
berkata "Must be Danish salmon.. not as good as Norwegian!" Padahal
untuk lidah saya, daging ikan yang disajikan sudah begitu lezat lho.
Kenyal dan sangat gurih. Di supermarket saya perhatikan, daging ikan
salmon dari Norway memang berwarna lebih merah. Rasanya? Wah, sayang
nggak sempat nyoba tuh..

O,ya.. mungkin juga karena supply ikan salmon yang cukup banyak
inilah, saat ini banyak sekali sushi restaurant dan take out yang
dibuka dan populer di Copenhagen.

Steak masih merupakan menu makan malam andalan selain salmon.
Restoran Peder Oxe di Graabroedre torv 11, tidak jauh dari tempat
saya menginap, menyajikan steak yang luar biasa. Restoran ini
menempati sebuah bangunan tua (as any other building in Copenhagen!)
dan sangat ramai. Bentuknya menyerupai rumah dengan banyak ruangan.
Meja-meja disusun agak berdesakan sehingga kesan `hangat' dan akrab
bisa terbentuk.

Makan malam waktu itu dibuka dengan lobster soup yang berwarna
oranye cantik. Sup ini sangat gurih, creamy dan thick. Rasanya tidak
salah kalau ingin membersihkan sisa sup di mangkuk dengan roti!
Next, the steak itself. Daging setebal hampir 2 inch dipanggang
dengan doneness medium (permintaan saya), lalu diiris tipis
melintang sehingga gradasi tingkat kematangannya jelas terlihat.
Agak kering coklat di bagian luar, kelabu lalu pink di tengahnya.
Cantik sekali. Steak ini datang dengan sejumput besar salad (4 macam
lettuce) dan potato wedges yang gemuk. Untuk gravy/ sausnya,
diguyurkan krim putih dengan cincangan aneka rempah daun.

Hal unik yang saya temui di restoran ini adalah tersajinya beberapa
botol wine (red) di atas meja dalam keadaan botol terbuka (tanpa
tutup). Tampaknya ini wine bikinan sendiri karena botolnya tidak
berlabel tetapi menggunakan marking nama dan lambang restorannya. Di
atas meja juga tersedia botol-botol gelas bening (bentuknya seperti
botol wine) yang penuh berisi air dan sebatang daun mint di
dalamnya. Aroma mint yang terdifusi dalam air ini agak lemah, tapi
cukup terasa. Botol-botol air+mint ini juga tidak berlabel, hanya
marking lambang dan nama restorannya.

No comments: